Benci?
“Pernah nggak kamu pikirkan keburukanmu yang akan dikatakan sama orang yang membencimu?”
Someone asked me that question yesterday. Jujur gak pernah sekalipun pertanyaan seperti ini muncul di benak saya. Just thinking about there are people out there hating me is something I scared the most. Seumur hidup saya, mencari musuh adalah hal terakhir bahkan mungkin tidak akan pernah saya lakukan. Bagaimana mungkin hidup bisa tenang dengan keberadaan orang lain membenci kita? Namun tentu saja hal semacam ini bisa saja terjadi diluar kendali kita. Mengontrol cara orang lain berpikir tentang kita bukanlah sesuatu yang bisa kita lakukan. Bahkan Rasulullah ﷺ saja dengan segala kesempurnaan yang Beliau miliki, tetap saja ada manusia-manusia yang membencinya. Lantas kita siapa?
Siapa kita yang mengharapkan semua manusia akan menyukai eksistensi kita?
Percayalah, bahkan hanya dengan kamu bernafas. Akan selalu ada orang yang tidak menyukaimu. Tanpa kamu melakukan kesalahan apapun, akan selalu ada orang lain yang senantiasa memupuk rasa bencinya untukmu.
Kadang manusia memang seburuk itu dalam memperlakukan sesamanya. Tidak bisa dipungkiri.
Lantas muncul pertanyaan lain.
“Apakah saya pernah membenci orang lain?”
Pernah. Sangat pernah. Dan rasanya buruk. Sangat buruk.
Membenci seseorang bukanlah pekerjaan yang mudah. Ketenangan hati kita menjadi taruhannya. Hati yang dipenuhi rasa benci tak ubahnya penyakit yang menggerogoti badan. Bahkan lebih parah, karena ia tidak terlihat. Ia tak kasat mata hingga kamu tidak bisa mengobatinya dengan mudah. Perlu waktu yang lama untuk kamu mengetahui obat mana yang tepat untuk menyudahinya. Pun tak semua orang memiliki penawar yang sama.
Jadi…
Mari belajar untuk tidak pernah membenci orang lain.
Mari belajar untuk tidak kalah dari amarah dan benci.
Mari belajar untuk memaafkan.
Warszawa, 08 Desember 2021